Friday, July 4, 2014

Risin' up back on the street did my time took my chances went the distance now I'm back on my feet just a man and his will to survive.



For every endometriosis-related blog entry, I decided to write it in Bahasa Indonesia in order to give readers most accurate information. Please click or follow this lable [link] for more posts like this.

Pagi ini, saya kunjungan ke ObGyn untuk suntikan Tapros pertama setelah operasi pengangkatan kista endometriosis. Sebenarnya ini adalah suntik Tapros kedua, karena yang pertama sudah dilakukan 2 minggu sebelum laparaskopi. Nah, saya teringat belum menulis tentang operasi yang dilakukan bulan Mei ini, karena kemarin-kemarin cukup sibuk di kantor dan belum ada waktu untuk blogging. Jadi, postingan ini adalah cerita tentang operasi saya dan suntikan Tapros-nya.

Setelah declare untuk memberanikan diri operasi, saya pergi ke ObGyn di RSPB Bintaro, dimana medical record saya berada. Di sana, ada salah satu ObGyn yang pernah periksa saya ketika kuliah. Orangnya jutek dan ngeselin, tapi saya malas karena harus cari-cari dokter lain.

Saat saya konsultasi, ObGyn ini langsung mengkonfirmasi bahwa benar ada endometriosis di kiri dan di kanan (bilateral). Besarnya 5-7 cm. Dia sarankan untuk diangkat (operasi) sebagai solusi atas keluhan saya. Katanya, kapanpun saya siap operasi, silahkan datang 2-3 hari sebelumnya untuk membuat perjanjian.

Mengingat pekerjaan yang baaanyak banget, akhirnya saya memutuskan untuk operasi 1 bulan lagi, yaitu akhir Maret 2014. Satu hari setelah mens saya bersih, saya datang ke ObGyn yang sama untuk membuat schedule. Ngga disangka, ObGyn ini malah meminta saya untuk suntik Tapros dulu, suatu alternatif treatment yang awalnya saya tolak karena efeknya pun ngga maksimal. Alasan beliau adalah supaya pelengketan kista dan ovariumnya berkurang, sehingga nanti mengangkatnya lebih mudah. Oh ya, beliau juga mengajukan untuk laparatomy, bukan laparascopy. By the way, saya tidak ada masalah dengan 2 jenis operasi itu karena sudah dalam coverage asuransi.

Saya pun menuruti sarannya untuk suntik Tapros. Sayangnya saya harus menunggu 1 bulan lagi, karena suntik Tapros ini harus dilakukan saat sedang mens.


Tapros ini harganya Rp 1.800.000,- sampai Rp 1.900.000,- dan tidak termasuk coverage asuransi karena ini adalah obat hormon. Lumayan shock, akhirnya saya memutuskan untuk mencari second opinion ke dokter lain. Soalnya dokter ini tidak konsisten mengenai treatment dan plannya. Saya curiga jika bulan depan saya harus suntik lagi, operasi akan ditunda lagi.

Kemudian saya diskusi dengan bos di kantor lama yang saat ini bekerja di RSPI. Beliau memberikan informasi yang saya butuhkan, termasuk dokter-dokter yang direkomendasikan. Dalam hitungan hari, saya sudah duduk manis di ruang tunggu menunggu giliran konsultasi dengan ObGyn(Sp.Onk).

Dokternya cukup santai saat memeriksa. Pak Dokter bilang diangkat saja kistanya dengan laparascopy untuk meminimalisir luka, karena saya belum menikah. Tapi yang paling penting, dia menjelaskan bahwa jenis kista ini belum ketahuan, sehingga terlalu dini untuk menentukan treatmentnya. "Jika benar itu endometriosis, baru kita suntik Tapros. Jika bukan, ngapain kita suntik Tapros?"

Langsung deh, rasanya makin sebal sama uang Rp 1.900.000,- yang melayang itu!

Sore di hari Minggu tanggal 4 Mei 2014, saya check in di RSPI. Kondisi saya agak kurang fit karena mulai batuk. Sebelum berpuasa mulai pukul 12 malam, isi perut saya dikuras dulu. Bagian ini yang lebih traumatis daripada operasinya itu sendiri. Saya dimasukkan selang "dari bawah" dan perut diisi air sabun hingga menggembung. Habis itu saya semedi 30 menit di toilet. Rasanya? Pedes dan lemes bersamaan. Dan memalukan, malu sama "room-mate" saya.

Senin pagi tanggal 5 Mei 2014 pukul 06:30 WIB, saya masuk ruang operasi dengan santai, karena ini bukan operasi pertama saya (and I was so excited to be finally endo free!). Sehabis operasi, saya dibiarkan tidur dulu di ruang recovery. Hal pertama yang saya lakukan ketika saya bangun adalah memeriksa di daerah kaki saya apakah ada selang atau ngga, sambil komat-kamit, "Please no catheter, no catheter please!"..... eh, ternyata ada selang(catheter)nya! Damn! :)) Baru deh abis itu periksa-periksa perut bagian mana yang dibolongin.

"Bolongan"-nya ada 3 (yang 1 pasti di pusar untuk kamera), dan ngga seperti yang banyak saya lihat di Instagram, bolongan saya ada 2 di bagian kiri perut (kalau yang lain biasanya 1 di kiri, 1 di kanan).


Setelah diobservasi dan menunggu jemputan kasur yang cukup lama, saya akhirnya kembali ke kamar kira-kira pukul 10:30 WIB. Saya masih mabok obat bius dan susah melek. Ngga lama, datang Chia dan Mas Pujo menjenguk sambil bawain kue lupis dari kafetaria bawah. Abis Chia pulang, saya tidur lagi sampai jam 14:00 WIB. Ngga lama setelah saya bangun, bos yang saat ini di RSPI datang menjenguk. And you know what, kami sempat ngomongin prospek kerjaan! :))

Bekas operasinya sendiri ngga sakit, menurut saya. Tapi supaya tidurnya nyenyak, saya beberapa kali minum pain killers. Bekasnya benar-benar pain-free, kecuali jika saya batuk-batuk.

Keesokannya, saya senang karena teman-teman saya dari kantor lama datang menjenguk. Awalnya, saya expect cuma 1-2 orang yang masih update dengan kondisi saya. Ternyata yang datang sekitar 8 orang, termasuk orang baru yang bergabung setelah saya keluar. I'm so blessed to have them all - can't thank them enough for this friendship!

Sesudah operasi, saya ngga period karena efek dari suntik Tapros pertama itu. Saya juga sering hot flushes, dan somehow semua rambut yang saya shave jadi tumbuh lebih cepat (misalnya: alis. Jangan mikir yang jorok-jorok dong ah!) tapi rambut di kepala malah rontok. Setelah dua bulan ngga mens, akhirnya hari Rabu siang saya mens juga, yang membatalkan puasa saya.

Alhamdulillah, sekarang sehari-hari saya sudah ngga merasakan nyeri lagi, meskipun saat mens ini tetap ada rasa nyerinya. Saya ingin mensyukuri semua hari sehat saya dan mulai berbagi dengan teman-teman yang memiliki penyakit sama. Don't ever forget we're blessed!

♥, Me.

2 comments:

Unknown said...

hai mba, boleh tanya

seberapa signifikan nyeri haid yang mba alami sebelum dan sesudah Laparoskopi?
trus efek suntik Taprosnya berapa lama baru hilang?

saya juga didiagnosa endometriosis kiri uk 4 cm tapi sama dokter belum disarankan untuk Laparoskopi, hanya diminta hamil (secara natural saja). Tapi justru setelah menikah gangguan haid saya malah makin berlebih ketimbang gadis dulu. Selain mules, nyeri, pusing dan meriang setiap hari (pernah juga pingsan krn pusing berputar) siklus mens saya juga jadi panjang drpd biasanya (12 hr). Darah haid banyak banget sampe hr ke 4 setelahnya gumpalan2 merah kecoklatan besar-besar. Apakah mba mengalami hal yang sama? dan apakah setelah laparoskopi itu semua akan menghilang?

Terima kasih sebelumnya untuk berbagi

Maya Junita said...

Hai Mbak Trisna, maaf telat merespon ya.. :)

Perbedaan nyeri haid saat sebelum dan sesudah laparaskopi sangat signifikan. Sebelum laparaskopi, saat tidak mens pun saya sering mengalami cramp perut seperti sedang mens, dan sering kali sakit tersebut sampai terasa di daerah groin. Kalau daerah groin sedang sakit, biasanya akan berlanjut ke paha depan lalu ke lutut.

Setelah laparaskopi, keluhan tersebut menghilang. Mens pun hanya nyeri biasa di hari pertama (atau H-1), tetapi lancar. Tidak ada keluhan vertigo, mual, atau konstipasi.

Efek suntik Tapros mungkin berbeda-beda pada beberapa orang. Kalau yang saya alami, cyclenya seperti ini:
Saya suntik Tapros pada hari ke-4 mens (misalnya tanggal 1). 2 minggu setelah hari pertama mens itu (tanggal 14) saya pasti mens lagi dengan durasi 4-7 hari. Setelah itu saya stop mens selama 50-60 hari. Pada saat mens selanjutnya (sekitar tanggal 30 bulan selanjutnya), saya kembali di suntik dari hari 4 dan cyclenya berulang lagi. Saya pakai suntik bulanan (ada yang 3 bulanan) dan diulang sampai 6x. Anyway, penggunaan Tapros ini perlu dikonsultasikan dulu, karena efek yang saya rasakan adalah muka dan tubuh berjerawat, nyeri sendi, dan sering hot flush.

Saya juga mengalami hal yang sama dengan Mbak. Karena saya belum menikah, dokter memang menyarankan untuk diangkat karena takut akan mempengaruhi kualitas sel telur. Bagi yang sudah menikah memang akan disarankan untuk hamil secara natural dulu, namun jika dalam waktu 6 bulan sampai 1 tahun belum hamil, dokter baru akan melanjutkan ke step berikutnya. Soalnya saat ini obatnya endo memang cuma hamil, Mbak.. Dengan hamil cycle mens kita akan berhenti sejenak sehingga endo bisa "tertidur" karena tidak diberi "makan" bulanan berupa mens dan hormon esterogen.

Tetap kuat dan ikhtiar ya, Mbak.. Semoga sharing saya bermanfaat.