Saturday, July 20, 2024

Beres-Beres (Lagi) Gara-Gara ChapStick.

Mungkin karena gue orangnya berantakan banget, sekalinya gue beres-beres, gue ngerasa perlu bikin dokumentasi kalau gue abis beres-beres. #sad Kali ini, gue abis beres-beres isi tas. Itupun bukan sengaja, tapi perkara gue ngerasa kehilangan satu ChapStick.

Seperti kebanyakan cewe lain, gue kan punya tas kantor, tas pergi, dan tas-tas segalanya, lalu beberapa waktu sekali gue ngerotasi lip balm gue. Gue hafal kalau saat ini gue punya 7 lip balm dari brand berbeda yang ada di...
- kamar gue 2: satu di rak skincare, satu di tempat tidur (literally di deket bantal karena gue suka olesin lip balm di tengah-tengah tidur sambil merem),
- bag organiser untuk tas kantor: satu yang ada SPF-nya,
- tas ngeceng: satu yang tinted,
- tas ngeceng lainnya: satu,
- toiletries pouch untuk business trip: satu,
- dan hari ini gue baru beli satu lagi,

nah, yang ada di "tas ngeceng lainnya" itu ChapStick Cherry favorit gue dan ITU YANG ILANG! Padahal belum lama dibuka.

Karena gue yakin itu cuma keselip (bukan ilang karena jatuh atau ketinggalan), gue bongkar lah semua tas dan pouch gue.

Dulu gue pernah ngobrol sama temen gue soal adiksi lip balm yang menurut gue udah ngga sehat. Kalau ada yang ilang, gue pasti langsung beli penggantinya. Kalau gue ke luar rumah dan lupa bawa lip balm, gue pasti mampir supermarket/pharmacy untuk beli satu. Pokoknya gue ngga bisa ngga bawa lip balm atau ointment! Trus temen gue ngerespon dengan ngatain gue ngalamin "nicotine dependence" tapi nicotinenya aja diganti lip balm. Gue iyain aja.

Tiga minggu lalu, gue operasi ngga dibius umum, cuma bius lokal (ceritanya nanti ye). Apa yang gue lakukan sebelum masuk ruang operasi? Oles lip balm sebanyak-banyaknya dengan perkiraan itu bakal bertahan 3-4 jam sampe gue balik ke kamar.

Yah, begitulah, Sabtu malem ini gue dikerjain sama Chapstick yang entah nyelip di mana.. Gue coba cari lagi besok pagi. Kalau ngga ketemu, gue akan coba nahan diri untuk ngga langsung beli penggantinya.

Saturday, June 15, 2024

Beresin Digital Files.

Ada 4 section buku di lemari yang mesti dirapiin. Sejak 3 minggu lalu, gue udah rencana bungkus-bungkusin buku yang ngga bakal dibaca ulang dalam long-term trus gue taro di container box (maksudnya biar masuk buku-buku baru--pengakuan dosa: gue baru ngimpor 3 buku tapi masih ada 3 TBR). Realitanya mager aja gitu gue. Tiap hari semakin berantakan karena gue ngga punya kebiasaan segera-taro-pada-tempatnya. Pokoknya sebel banget deh liat buku-buku yang berantakan di kamar gue, mana rak bukunya berhadapan sama lemari gue pfffft...

Jadi nih CERITANYA pagi ini udah ikrar: Abis leha-leha pagi, belajar, lalu gue akan beresin lemari buku. Realitanya: leha-lehanya kelamaan, breakfast gabung sama lunch, belajar cuma sanggup 90 menit, abis itu buka-buka iPad.... loh kok file-file di GoodNotes gue berantakan ya? ......... lanjut beresin GoodNotes LAH TIBA-TIBA UDAH MAGHRIB? Itung-itung gue beresin GoodNotes dan segala digital files di iPad+Mac itu sekitar 3 jam loh!

Kesimpulannya:
Ngerapiin digital files/documents yang berantakan itu bisa ngehabisin waktu lebih lama daripada ngerapiin buku/dokumen fisik. Udah gitu ngerapiinnya sambil duduk/tiduran, kan ngga ngebakar kalori ya?

Cuma ya worth it lah, jadi rapi kayak ginibeforenya ngga usah tanya gimana:


Setelah semua file dan folder digital gue rapi lagi, rasanya emang lega banget. Liat Finder dan desktop itu rasanya kayak copot beha pas sampe rumah :))

Kalau gue tarik mundur ke sekitar 4 tahun belakangan, gue memang punya habit jelek dalam foldering di laptop. Duluuuu gue itu rapiiiii banget. Semua file gue kasih nama trus gue masukin ke folder yang sesuai. Pas pandemi, gue jadi bodo amat dan sering simpen temporary files di folder Download tapi males beresin setelahnya. Akibatnya ya folder Download gue isinya kayak pasar malam. Laptop kantor gue sih masih AGAK lebih rapi ya.. tapi untuk 100% balik lagi ke versi gue yang rapi dalam foldering kok susah bangettttt.

Bhaiq, mari ngga usah banyak alasan. Kita beresin lemari buku segera................
(BRB, leha-leha dulu)



Update 1 jam kemudian:
Ternyata ada yang lebih brutal lagi.......
FILE & FOTO DI WHATSAPP T_T

Sunday, June 2, 2024

FIWB!

Last week, an old client reached out to me and inquired about a consulting job. When she asked how long it had been since we last met, I answered seriously, "Mbak, we now measure time in terms of pre-pandemic and post-pandemic. The last time we met was waaaaayyy before the pandemic".

I was joking, but I was serious too :)) Many of us have unintentionally agreed to this kinda time division. I wonder if that's how humanity originally establish "BC" and "AD".

Anyhow, a few days earlier, I found this on Stickies. I wrote this during night group chat with my friends in 2021 and we were drunk in front of our computer (so technically we write this together and decided to not give it a damn).

(I hid this Stickies for years. I rarely open it because I find it messes up my desktop wallpaper).

But it's funny, yeah?

I am too lazy to read my blog post archives but I remember during the pandemic, I complained a lot about work. About everything, generally. Now, It's probably been 1-2 years since we've ditched masks and returned to normal life. I've almost forgotten how it felt to be scared to leave the house for fear of contracting covid. Now I was like, damn, a few years ago so many people died from covid and now seeing us all healthy feels... unfair. The virus was deadly, and now it's been over a year since I've heard anyone report catching covid.

But the most annoying part is remembering all the time WASTED because of PSBB or whatever they were called. It SUCKS that this month I suddenly turn 37, and I totally forgot what I did when I was 33-35. 36? Oh, I'll definitely will remember this age because something *historic* happened that made me who I am today (this could be good or bad, we'll see the effects in a few years - mwah!).

I just wanted to write a bit to mess up this blog. What I am writing now is different from my original plan, because I was going to share something but nah, I'll keep it to myself for now. Meanwhile, I'll post some random photos from the past year.

Let's enjoy the LAST YEAR OF FUCK IT WE BALL!!!! Adios!





First business trip to Vietnam. Wondering if it also be the last? I like the food and the "Bandung-esque" atmostphere of Ho Chi Minh City.

And now, jumping to random days in Singapore:






Perhaps the most important thing this year is finding ways to upgrade myself because, for god's sake, the expertise I've chosen in this world is actually stressing my mind and mental health......



...... and mistakes? Made plenty. Regrets? Maybe a few. But again, this is the final chapter of FIWB, so que sera-sera. Let's see what chaos I can create next!

Sunday, May 12, 2024

Minggu Sore.

"Banyak-yang-dipikirin" itu sebenernya alasan pusing + anxious yang paling ngga jelas. Diobatin pake aspirin ngga bisa, dibawa tidur ngga bisa, dibawa curhat ke therapist juga ngga lucu. Obatnya itu cuma mengurai semua pikiran jadi prioritas per prioritas, trus... DIKERJAIN.

Ya masalahnya kalau males atau keinginan untuk menunda-nunda lagi kambuh kan motivasi untuk ngerjain juga ngga ada ya? Kadang berhadapan dengan kondisi "banyak-yang-dipikirin" itu aja udah nguras energi. Kalau gue sih ujung-ujungnya harus duduk manis di coffee shop, sendiri atau maksimal berduaan dengan orang yang lagi sama sibuknya, untuk mulai ngerjain atau selesain masalahnya satu per satu.

Nah masalahnya (lagi) adalah...
Beberapa bulan bekangan ini, hidup gue isinya begitu doang.
Like, damn? Life's busy and idk wtf is going on.

I am pro-passionate and purpose driven but currently I just forget what I'm working so hard for in the first place... :/

Untungnya aja, masih ada hal yang bisa gue syukuri: Gue ngga sendirian kok HAHAHAHAH... Secara terpisah, gue ngobrol sama temen-temen gue tentang masalah ini, dan rasanya pengen berpelukan kayak teletubbies (of course gue yang jadi Po). Banyak orang mungkin bertanya-tanya kenapa ada aja orang kayak kami yang sibuk mulu (atau basa gaulnya punya hustle culture), tapi salah satu temen gue yang mulai menemukan zen-nya dalam situasi ini bilang, "My view this isn't hustle culture - my view is that with focus, upskilling, and clear purpose, people like us can stay busy while still enjoying our lives." Ya kadang gue end up cemburu sama orang-orang yang udah bisa mencari alasan kenapa mereka melakukan sesuatu, karena gue kayaknya tipe orang yang kerjain aja sambil ngeluh :))

Ya ngga apa-apa sih, hidup juga ngga perlu diiringi dengan amunisi alasan dan wisdom karena nanti di alam sana ngga ditanya apa alasan kamu menerapkan side hustle :( #dark

By the way, di sela-sela kejelimetan kepala ini, TERNYATA gue masih bisa enjoy dengan keseharian gue. Ternyata hidup freelancing dan/atau remote worker ini memang berbeda banget dan ngga bisa dipahami kalau kita belum nyemplung ke dalamnya. Mungkin orang bingung kok mereka-mereka ini mau kerja pas weekend, but dude, ngga ada yang menandingi enaknya randomly ke Ikea di Rabu siang pas orang kantoran menjalani hump day. Sebenernya apapun pilihan dan kondisi kita, semuanya balik lagi kepada belief kita: When you are connecting to your purpose and growing and serving, the reward and fulfillment will follow.

Sekarang Minggu sore. Hampir satu tahun terakhir, setelah gue freelancing, Minggu sore gue lebih light dan gue udah lupa gimana rasanya ngalamin sunday neurosis walaupun saat ini lagi duduk di depan laptop untuk nyicil kerjaan besok. Biasanya, Minggu sore gue diisi sama jalan-jalan, tapi kali ini rasanya "ngga apa-apa" duduk sambil kerja.

Fwiw the process has to be its own reward because when you enjoy the process, the quality of what you created will rise. (PS: Bukan berarti besok-besok gue berhenti ngeluh).

So... cheers!


Friday, February 9, 2024

#Yasudahlah of the Let It Be.


For those close to me, you must know that I am the type of person who is descriptive and methodical in explaining my feelings and thoughts. I want people not to misinterpret me and to understand why I hold certain opinions. I am still the same person, but lately, I find myself less inclined to argue or express my thoughts/feelings if I feel they will contradict with my conversation partner.

I greatly value others' opinions, but now I've become somewhat indifferent.

I took a moment to introspect after realising that many of my conversations and responses began with "tapi" or "cuma", even though I did NOT mean to convey something contradictory. It's as simple as being confused about how to structure the response or opinion, so "tapi" or "cuma" comes out. Similar to how someone starts a sentence/conversation with "jadi..." without actually concluding anything. After realising this habit of mine, I slowly started to change the way I construct sentences.

Wednesday, August 30, 2023

Mirror.


You,

You just might be at a cross roads in your life. A juncture where uncertainty meets hope. It's a natural to question and to wonder if the choices we make today will align with the dreams we've nurtured. But I remember once you said that life has an artful way of surprising us, nudging us toward unfamiliar yet exciting paths.

Step back.

By stepping back and doing all that observing, somewhere along the way, you'll let the chapters of your story unfold organically. It's through these small observations that clarity often emerges, illuminating the path ahead. While uncertainties may cast shadows, they also create space for growth and transformation.

And as the days unfold, we will weather this season of change, holding onto the belief that every choice made in earnest brings its own rewards.

Monday, August 28, 2023

"Don't Judge a Book by Its Cover", They Said.


EH EH EH!

Sejak awal tahun lalu, gue kan seneng baca cerita fiksi alias novel lagi ya, trus belakangan ini ada sesuatu yang mau gue ceritain. Gue nyoba untuk tulis blog post ini sejak beberapa minggu lalu, tapi berkali-kali gue revisi karena sebenernya bingung mau ceritainnya gimana dan mulai dari mana.

Flashback dulu ya, kalau gue emang sempet luamaaa banget berhenti baca cerita fiksi. Bahkan blog post terakhir di dalam tag Bookshelf ini aja adalah tentang buku business/insights, karena sejak itu gue memang lebih sering baca buku yang agak "berat" untuk mendukung pekerjaan gue. Bertepatan dengan itu, gue kayaknya ngalamin fase adulting yang gado-gado. You know, semacam pertambahan responsibility, love stories and break-ups, pindah kerjaan, dan banyak pengalaman bitter & sweet lainnya yang bikin gue susah merasa terikat dengan fiksi yang gue baca. Saat gue memaksakan beli novel dan bener-bener maksa baca, gue pun akhirnya DNF (did not finish). Setelah itu gue ngga beli novel dalam waktu yang cukup lama, tepatnya sampai awal 2022.

Waktu itu gue iseng baca sample e-book lewat Kindle di aplikasi iPad. Aiming for cerita yang "receh-receh", gue beli lah novel yang direkomendasiin #BookTok di TikTok atau yang ratingnya bagus di Goodreads. Ternyata, beberapa novel yang gue beli itu cocok dan bisa gue selesaikan semua. Beberapa novel itu bisa bikin gue mendapatkan kembali rasa happy saat baca cerita fiksi. Singkat cerita, udah 1.5 tahun terakhir ini gue seneng baca novel lagi dalam bentuk e-book, khususnya yang bergenre romcom dan mystery (spektrum gue emang item-putih banget, kalau receh ya receh, kalau berat ya sampai cerita yang puzzling abes!). Nah, genre romcom ini lumayan bercabang.. dari yang waras, sampe ehm.. nganu.. itu.. por.. spicy lah (untuk selanjutnya, gue pakai istilah yang sama dengan yang digunakan di social media, yaitu "Spicy Books").

Saturday, July 15, 2023

Kapan Merasa Bahagia?

By the waaaayy, suddenly I am 36.

AND NO ONE BELIEVES I'M 30+ SO I'M BEGINNING TO NOT BELIEVE IT EITHER 😂.

Yea I turned 36 last month - even tho the pandemic wasted almost 3 years of my normal life, that day made me feel a lot more relaxed about life. I was hoping for a fresh start. 36 is going to be a great age and superb year. At least that is my prayer. From that day, everything is going to get better each day - mostly because I am declaring that over my life :)) I want to work on making better life choices and thinking through each decision I make even if people think I'm crazy for over analysing but hey, I have a brain and damn it, I'm going to use it!

But that's not my intention when I decided to log in and write a blog post right now. Ini nulis pake basa Indonesia aja ya, karena kemarin juga ngobrol-ngobrolnya dalam basa Indonesia.

So, kemarin ngobrol sama temen tentang kesedihan yang sedang dia rasain (atau pikirin?). Dia banyak banget pikiran tentang hal-hal sulit dan menyulitkan dalam hidupnya sampai akhir-akhir ini ngga merasa happy. Well, I kinda familiar with those feelings sooo hiii! Hahahah.. Yah, gue juga pernah berusaha mikirin itu, walaupun track record sebagai anak Psikologi ngga membantu-membantu amat untuk menemukan jawabannya.

Then I said to my friend, "Universe itu kayaknya emang ngga didesign untuk bahagia dan damai." Maksud gue, ya peranglah, ya ribut lah, ya lagi adem-adem kudu ada yang politik lah, pandemi lah. Dengan segala perbedaan dan kepentingan sendiri ataupun kepentingan sekelompok orang banyak (atau sesimpel kondisi alam aja), kodrat dunia emang chaos. Jadi kita ngga mungkin sendirian berada dalam kebingungan, kesedihan,  bahkan ngga jarang jadi frustrasi.

Jadi masuk akal banget kalau ada yang bilang, cara untuk mencapai kebahagiaan adalah dengan merasa cukup. Masuklah ke dalam environment di mana inner-self kita sesuai dengan lingkungan. Kalau dalam kerjaan, masuklah ke pekerjaan di mana skill cocok dengan opportunity (skill di atas opportunity juga biasanya kita jadi bosen dan eventually ngga happy -- kecuali kalau opportunis dan stay karena gaji oke ya). Dalam rumah tangga atau relationship, ketika nilai pribadi cocok dengan pasangan, ngga perlu jadi orang kaya pun juga udah happy.

Kuncinya bukan "yang penting bersyukur". Bukan. Bersyukur itu dampak.
Semua cukup dulu.
Semua sesuai dulu.
Dan hidup kita akan nge-flow begitu aja. Seperti rambut yang ditata rapi sesuai dengan cuaca dan humidity lingkungan, pasti ngga akan jigrak atau lepek.. dia akan ngeflow ikutin gerak tubuh kita atau hembusan angin.

Masalahnya untuk mencapai kondisi tersebut, kita perlu sadar diri dan tau diri.
Tau diri kenapa kita belum bisa promosi di kantor sampai saat ini.
Tau diri kenapa dapat rezeki lebih.
Tau diri kenapa belum dikasih anak sama Tuhan.

Ya intinya, tau diri dulu. Ngga mungkin kita bersyukur kalau ngga diawali tau diri kan? Lalu setelah itu, mungkin keluhan akan tertahan dan berubah menjadi acceptance. Iyes, bersyukur itu akhirnya dampak karena kita tau diri.

Masih panjang step-step selanjutnya untuk mencapai hidup yang nge-flow.. but for now, gue sama temen gue mau belajar tau diri dulu.

Friday, April 28, 2023

Sebel Sama Suara Sendiri.

Temen gue yang punya podcast berani-beraninya ngajak gue jadi guest star atau narsumnya gitu. Trus jawaban gue bukannya nanya topik, tapi malah, "Ya apa anying sama suara gue sendiri aja sebel banget gue."

Ada ngga sih yang kayak gue, sebel dengerin suara sendiri?

Beberapa kali jadi pembicara di event atau seminar yang relevan dengan profesi gue, bukan berarti gue bisa olah vokal trus yakin gitu audiens seneng denger gue ngomong. Bahkan beberapa kali gue sering out of focus karena mikirin ini orang-orang sebel juga ngga sih sama suara gue?

Padahal yah, gue tuh belajar public speaking sejak SMP di total youth program. Kemudian sepanjang kuliah dan kerja, gue juga termasuk orang yang aktif presentasi dan menurut gue.. gue ngga jelek-jelek banget kalau ngomong. Gue well-structured, jarang pakai kata-kata filler, punya intonasi dan artikulasi, TAPI TETEP AJA SUARA GUE MEH..

Jadinya gue ngga pernah denger rekaman atau apapun hasil gue ngomong. Abis kelar, ya udah. Bener-bener ya udah :)))


Trus gimana, jadi ngga isi podcast?

Liat ntar ya :P

Monday, April 24, 2023

D i s c o n n e c t e d .

I've been feeling disconnected. And depressed...


Gue jalan tanpa semangat, mood gue sering banget jelek, sulit banget untuk positive thinking dan punya positive attitude terhadap sesuatu.. udah gitu sempet-sempetnya denial kalau gue cuma lagi males aja.

Cukup lama gue denial dan itu berhasil menyelamatkan muka gue dan menolong supaya performa kerja gue ngga jeblok. Tapi akhirnya gue tiba pada kenyataan kalau gue udah sangat disconnected dengan dunia gue dan menginjakkan kaki di fase: gue udah ngga kuat lagi nyiksa diri gue.

Kerjaan.
Financial.
Relationship.

Apa sih yang berjalan baik-baik aja sama gue akhir-akhir ini?

Orang mungkin bilang karir dan kerjaan gue bagus, tapi terlalu banyak beban di pundak gue sehingga gue kesulitan menyambungkan kepala dan hati gue. Finansial (income) ngga ada masalah, tapi saat bawah sadar gue dealing dengan beban berat di kerjaan, gue lari ke retail therapy yang ngga sehat - yang akhirnya bikin pendapatan-pengeluaran-tabungan-investasi serba ngga balance. Relationship.. apa yang diharapkan dari hubungan di bawah comfort zone setelah sekian lama?

I have lost meaning for things I've once owned.
And I'm tired of all these mental musings.