Friday, March 30, 2018

Endometriosis Blah-blah-blah.

Satu-dua bulan terakhir, gue merespon beberapa e-mail dari pembaca blog post gue tentang endometriosis. Ada 3 orang, dan semuanya adalah perempuan-perempuan yang baru aja didiagnosa endometriosis. Truth: Mereka bukan blog reader gue sih, tapi orang yang nyasar ke sini karena nge-google endometriosis hahahah #miris.

Januari atau awal Februari lalu, gue kontrol 6 bulanan (berarti 1 tahun setelah postingan terakhir tentang endometriosis). Ukuran kistanya udah membesar, sekitar 4 cm-an tapi masih di bawah 5 cm. Gue sempet worried karena sejak akhir tahun 2017, jadwal mens gue mulai aneh-aneh dan gue sering ngerasain pelvic pain dan konstipasi.

Jadi sebenarnya kenapa endometriosis bisa muncul lagi?

Semua dokter yang gue tanya dan artikel/blog yang gue baca memang selalu memberikan warning bahwa endometriosis bisa tumbuh lagi setelah dibersihkan (dioperasi). Malahan banyak bule-bule di US sana yang berkali-kali dioperasi untuk menghentikan sakitnya, tapi kistanya tumbuh lagi dengan cepat. Menurut gue, hal ini terjadi karena 2 sebab: pertama, belum diketahui apa penyebab endometriosis dan kedua, belum ditemukan obatnya. Dua penyebab itu seperti lingkaran setan yang membuat para pengidap endometriosis menjerit agar dilakukan penelitian untuk mencegah dan menyembuhkan penyakit ini. Setiap bulan Maret ada marching worldwide endometriosis. Untuk tau tentang march & movement ini bisa cari hashtag di Instagram: #endomarch dan #1in10.

Karena gue orangnya ngga mau ribet, terus terang gue ngga melakukan diet apapun. Gue makan apa aja yang gue mau. Gue juga berhenti olah raga dan running setahun terakhir. So, jangan tanya gue bagaimana cara menjaga atau mengobati endometriosis. Mungkin endometriosis tumbuh lagi karena gue ngga menerapkan hidup sehat. Tapi apakah setiap perempuan yang hidup sehat ngga akan kena endometriosis?

Yang gue lakukan hanya menjalani hari-hari gue se-happy dan seproduktif mungkin. Kalau ada sakit karena ovulasi, mens, atau flare, sekarang bisa gue kurangi dengan Pandol Menstrual atau MenstruHeat (beli di 7-11 atau drugstore di Singapore, around S$ dapat 2 "koyo" gitu).

However, gue yakin bahwa kondisi tiap perempuan yang punya endometriosis itu ngga sama. Sebagian besar mengeluhkan sakit saat mens hari pertama dan kedua, sampe ngga bisa bangun dari kasur. Tapi di gue, penderitaan terbesar justru saat ovulasi dan saat flare alias terjadi kembung di bagian perut bawah, lalu pelan-pelan ke atas dan ta-da! gue tiba-tibe 6 months pregnant di sore hari! Temen-temen lainnya belum tentu ngalamin symptoms yang dinamakan endoflare ini.

Oh ya, gue sempet ngalamin beberapa respon orang yang ngga enak kalau gue cerita tentang endometriosis. Karena gue ngga terlihat "sakit", mungkin orang juga ngga ada empatinya saat denger gue cerita ya? Haha.. Contohnya, pas gue cerita tentang endometriosis yang tumbuh lagi, ada yang menjawab, "Dokternya kemarin ngga bersih kali ngoperasinya!". Atau saat gue cerita bahwa ada invisible illness seperti endometriosis dan lupus, seorang teman menanggapi, "Tapi kayak gitu kan di mindset ya?" Well, ternyata educated person belum tentu educated tentang invisible illness loh!

Untuk yang mengidap endometriosis atau invisible illness lainnya: love your body, no matter what!


0 comments: