Monday, March 31, 2014

Right, right, turn off the lights we're gonna lose our minds tonight what's the deal, yo? I love when it's all too much 5 a.m. turn the radio up where's the rock 'n roll?



Waktu saya mulai lari, ngga pernah kepikiran bakal pengen lari sampai 10 km. I ran for foods. Alasan lari itu karena pagi-pagi pengen makan di Lotus Court, ngincer nasi uduk, lontong sayur, atau apalah yang jaraknya paling jauh cuma 2.5 km. Suatu hari saya ketemu dengan Sammy yang jadi running buddy sampai sekarang. Mulai deh ikutan race meskipun just for fun, atau ganti suasana karena bosen lari-lari di sekitaran PI mulu.

Lalu awal tahun ini akhirnya saya daftar HM JakMar.

Lantas ngga jadi ngoyo sih gueee.. :)) Saya tetap pelari paling lelet, paling sering ngeluh, dan pastinya paling banyak alesan karena mau bolos latihan. Ikut race? Males banget deh :))

Tapi kalau ngomongin soal lari, saya lebih semangat daripada larinya sendiri. Beberapa catatan tentang lari yang penting banget dan semua pelari harus tau (terutama pelari pemula), akan saya tulis dalam blog entry ini (critiques are welcomed, dan thanks buat temen-temen PI Runners yang udah sharing).

1. Run your own pace.
Running buddy itu bisa memotivasi kita, tapi di sisi lain, bisa nimbulin peer pressure. Contoh, di komunitas saya sendiri. Beberapa kali saya lihat Si A ini selalu finish sambil ngap-ngapan (kami biasa 3-5 km sekali jalan). Puncaknya sekitar 3 minggu lalu, dia pingsan pas di KM 4. Heboh dong ya.. Untung deket sama rumah dia, jadi abis kita sadarin dia, kita cuma 50 meteran ngebopong dia.

Menurut gosip, perempuan ini selalu berusaha keras karena mau mengalahkan seseorang di klub sebelah (klub/komunitas biasanya berdasarkan rayon regional tempat tinggal) yang ternyata oh ternyata, mereka teman dekat tapi menggebet laki-laki yang sama! Karena kepo, kami lihatlah social media si "saingan" ini, ternyata jago banget larinya kayak copet - tiap lari pacenya 6'50" menurut Nike+. O pantes, Si A ini juga kalau lari selalu berusaha steady di pace 6'00", padahal heart beatnya dia selalu tinggi kalau lari cepet-cepet.

Yah, itu contohnya bukan peer pressure sih :)) Tapi intinya run your own pace. Understand your body, follow your body, dan kita akan pingsan free.

2. Endurance or speed?
Kecuali kita atlet sprint, endurance itu jauh lebih penting daripada speed. Apakah kita mau lari pake pace 7, 8, 9, 10, bahkan 15 sekali pun, ternyata yang lebih dibutuhkan adalah endurance, yaitu kemampuan kita untuk tetap berlari untuk waktu yang lama termasuk kemampuan badan recovery.

Okelah kita sign up pertama kali untuk 5K, selesaikan itu. 10K, selesaikan. 21.1K, selesaikan! Don't quit and keep pushing yourself. Ada yang bilang kalau lari itu sebenarnya pertengkaran antara pikiran kita untuk quit atau terus lari. Terus, apakah speed yang akan membuat kita tetap berlari? No, it is the endurance.

Jujur, endurance saya rendah. Hampir tiap kali lari, saya selalu memelan setelah KM 1, trus setempo lari kayak copet buat ngejar temen-temen, lalu teriak-teriak, "Woy, udah ngapah kita balik arah (pulang) aja?" That's why saya selalu terlihat happy kalau akhirnya saya bener-bener selesain 5 atau 10K :))

Bedaaa banget sama mereka-mereka yang mau menyelesaikan targetnya, atau mau lari sejauh-jauhnya. Adik saya aja tiap minggu dia 10K-an. Saya? Oh, udah 1.5K nih, waktunya balik arah. 'Mayan deh jadi 3K bolak-balik.

3. Mulai dari mana?
Mulai dari JALAN KAKI! Lah gimana mau lari kalau jalan kaki aja udah males? Saya sering banget denger temen-temen yang bilang, "Pengen kurus, tapi..." atau "Mau sih lari, tapi..." Menurut saya, ngga ada tapi-tapi-an kalau mau memulai. Kalau mulai dari niat, ya belum tentu dijalanin kan?

Mulai dari jalan kaki, trus lama-lama makin cepet langkahnya, sampai akhirnya "berlari". Ngga ada sih orang yang tiba-tiba langsung bisa lari. Semua pasti ada prosesnya. Makanya saya seneng banget, temen SMA yang pernah sekantor, Nilam, sekarang mau mulai lari, tapi equipment yang dia beli adalah pedometer bukan perlengkapan lari dan tetek bengeknya. Sekarang dia jadi tau jalan berapa langkah sehari. Rata-ratanya dia sehari 7,000 - 10,000 langkah.

4. Going to the next level.
Saat kita udah senengah raga lari, you can define your "next level". Your own goals, not other's. Runners' "next level" umumnya adalah gini:
  • Gue mau lari lebih jauh, half marathon next year!
  • Gue ngga akan ikut race 10K kalau 5K gue belum sub 30 (di bawah 30 menit). *biasanya orang-orang ini kalau sampai di finish line abis race, keringetnya segede-gede biji jagung, not gonna lie*
  • Gue mau naikin ke pace 7 (regardless berapa pun KM-nya).
  • Gue mau lari lebih rutin, seminggu 3x: 2 x 3K dan 1 x 5K.
  • Gue mau tingkatin endurance gue *ini saya!*
  • Udah ah, gini aja.
Apapun goalsnya, teh botol minumannya yang kita butuhkan adalah komitmen. Iya, sekomit A tadi untuk ngalahin temennya yang punya gebetan bersama itu! Meskipun saya kurang setuju dengan jalan pikirannya, saya harus akui kalau dia sangat berkomitmen untuk bisa steady lari dengan pace 6!

Saat kita pindah ke next level, mungkin akan timbul kebutuhan-kebutuhan baru, seperti:
  • Running shoes yang lebih tepat supaya kita larinya lebih nyaman.
  • Cross training, seperti sign up yoga, pilates, gym, atau renang.
  • Waktu extra untuk training.
  • Gadget untuk bantu monitoring heart rate atau GPS.
Yup, mungkin akan timbul biaya atau waktu extra, dan itu ngga sedikit/murah. Don't worry.. kami, runners, menyebutnya "komitmen", bukan "pemborosan". *goyang-goyang pohon duit* Saya ngomong gini bukannya karena akhirnya saya beli Garmin Forerunner 220 beberapa waktu lalu, tapi karena saya sudah pada tahap ini, saya jadi mengerti dan paham kenapa akhirnya runners butuh heart rate monitor dan GPS. Ada yang tidak bisa diberikan oleh aplikasi di handphone saat kita sudah pengen melangkah ke tahap selanjutnya.

5. Rest is a part of exercise!
Dari majalah Femina, saya baru tau kalau ternyata ada kecanduan olah raga. Mereka merasa "sakit" kalau ngga ke-gym. Well, saya juga sakit sih kalau ngga ke-gym, soalnya bill jalan terus :D

Ya intinya, dalam kondisi apapun mereka gelisah dan pengen olah raga mulu. Bahkan di acara My Strange Addiction, saya pernah lihat ada orang yang ngga bisa berhenti mengayuh sepeda. Laptopnya pun ditaro di atas sepeda training gitu. You crazy?

Rest is a part of exercise too. Makanya schedule training wajib diselingi dengan minimal 1x rest day. Saat rest day itu, kita boleh sama sekali ngga olah raga, atau meditasi aja.



Well, itulah 5 "ilmu" yang saya dapetin dari ngobrol-ngobrol soal lari. Seru yah kalau ngomongin lari? Nanti dikasi tag sendiri deh di blog ini ;)

Oh ya, sebelum operasi dan istirahat berminggu-minggu, berikut adalah catatan "pelarian" saya. Physically sudah siap di-"reset", meskipun mentally belooom :))

Longest run: 14.4K, October 27 2013.
Fastest pace: 6'40-an.
Favorite/comfortable pace: 8'00" - 9'00" (ini jogging pace kali ya? Tapi steady di pace segini enak banget, ngga ngoyo gitu).
Favorite distance: 3K :))
Reebok's age (retired): 480-an KM-old (tapi sepatu ini termasuk dipake main golf dan ke mall).
New Balance's age: 110-an KM-old.

♥, Me.

2 comments:

Anonymous said...

keren banget idup lo bisa lari.... lah gw??? olah raganya ngejar anak2 :))

Maya Junita said...

Lari juga kan itu? :P
Tapi kan progress yoga lo cepet, gue gini-gini aja :|