Friday, March 27, 2020

Istanbul - Bagian Dua.

Gue sering menekankan ke banyak orang kalau gue ngga pandai untuk bikin review liburan atau pun rekomendasiin tempat belanja dan makan karena pada dasarnya, setiap solo trip selalu gue jalanin secara mindful. Mungkin ngga banyak tempat yang gue kunjungi, tapi yang jelas gue bener-bener menikmati kemana pun gue berjalan. Untuk trip ke Istanbul lalu, gue memang punya tujuan khusus, yaitu berhenti sejenak dari kehidupan sehari-hari yang fast pace. Gue berangkat tanpa itinerary, tanpa ekspektasi, dan cuma berbekal harapan kalau selama seminggu ke depan gue bisa mengistirahatkan otak gue yang udah kelamaan mendidih.

Seminggu emang pendek, tapi saat beli tiket somehow gue punya feeling suatu saat nanti gue akan ke Istanbul lagi. Jadi lebih baik jangan dibikin puas.

Setiap hari, gue ngabisin waktu 4 jam di coffee shop untuk duduk dan journaling. Aktivitas itu emang bisa (dan biasa) gue kerjain di Jakarta, tapi rasanya beda pada saat lo ngga diganggu.

Dalam blog post ini, gue mau tulisin beberapa informasi jadi Para First-Timers nanti tau what to expect saat bikin rencana pergi ke Istanbul.



Penginapan: Daerah Sultanahmet


Sultanahmet ini daerah tourism karena main key attractions dan historical places ada di sini. Bayangin aja kita stay di tengah kota Jakarta, di mana Monas, Istiqlal, Katedral, Pasar Baru, dan Lapangan Banteng jadi satu komplex, lalu cuma naik TJ sekali ke Mangdu. Lokasi hostel gue ada di balik Blue Mosque, jadi setiap hari gue lewatin Blue Mosque dan seisi komplexnya: Hippodrome Constantinople, Museum of Turkish & Islamic Arts, Hagia Sophia, belok dikit ada Arasta Bazaar, jalan lagi ke sanaan ada Topkapi Palace.

Kalau kita berjalan ke arah jalan raya di samping komplex ini, kita akan ketemu jalur tram. Banyak yang bisa dilakukan di sepanjang jalan itu karena ada tempat belanja, restaurant, coffee shop, dan juga money changer. Bahkan ada Starbucks, Burger King, McD, dan Gratis (chemist/drug store). Yang bikin daerah ini oke punya, akses tram dan MRT ada di jalan yang sama. Jadi gue ngga bosen karena setiap hari gue bisa menghibur diri dengan jalan-jalan atau sekedar duduk di depan Blue Mosque dan Hagia Sophia.

Nama hostel yang gue tinggalin adalah Stanpoli Hostel [website][Agoda]. Gue biasa nginep di hostel dan ngga pernah punya ekspektasi tinggi untuk hospitality hostel ya, but this one was uh-ma-zing!!! Pas sampai lobby, gue disambut dengan friendly sama mamang reception yang gayanya cosmopolitan dan turned out he's the license holder slash owner & manager dari Stanpoli ini. Semua yang shift jaga front desk pada helpful banget! Memang beda ya kalau service dihandle sendiri sama empunya! :D Not to mention, breakfastnya di sini banyak banget. Campuran antara Turkish & Western breakfast yang semuanya dimasak sama ibunya Si Owner tadi. Buat solo traveler, mungkin bisa coba hostel ini, karena bednya enak dan setiap hari diberesin.

Minusnya, daerah Sultanahmet ini emang berbukit-bukit banget, jadi rasanya kurang cocok sama yang punya weak legs atau bawa stroller/elders. Kalau mau nginep di tempat yang kontur jalanannya lebih stabil, bisa consider Taksim. Alternatif lain, kalau mau gampang mobilitasnya, bisa consider Eminonu. Di bawah nanti gue cerita ada apa aja di Taksim dan Eminonu.

Belanja

Walaupun gue ngga suka belanja, salah satu lokasi yang gue kunjungin pertama kali pasti pusat perbelanjaan. Just in case gue pengen sesuatu, gue tau beli di mana. Jadi hari pertama, gue udah ke Grand Bazaar.

Gue ikutin Google Maps untuk sampai ke Grand Bazaar. Jaraknya hampir 2 kilo jadi bagi gue itu walking distance. Apa yang tidak diceritakan oleh Google adalah tanjakannya ngga santai. Alhamdulillah banget kaki gue pada terlatih dari running dan muay thai.. kalo ngga tamat beneran! Besok-besoknya gue mending pake tram aja untuk menghemat waktu. Jadi kita dikasih 2 pilihan jalur: lewat kiri pake kaki dan nanjak, atau lewat kanan pake tram. Choose wisely.

Masuk ke Grand Bazaar itu persis banget seperti foto-foto yang beredar di Google: lorong besar dan mewah yang ada banyak bendera Turkeynya. Tapi di dalem sana justru banyak barang ngga kebeli sih, unless kita pengen belanja emas atau barang yang pecah-belah gitu. Tapi coba lanjut jalan dan cari akses ke luar, di sana ada literally GRAND BAZAAR yang isinya ribuan merchant dan jalanannya kayak maze gitu (warning: naik-turunnya juga lumayan ya heart rate gue sampe 100). Gue mencoba untuk compare lokasi ini mirip apa ya.. mirip Mayestik jelas ngga.. kayaknya mirip Gedebage zaman dulu. Atau mirip Chatuchak Market cuma ditaro di bukit yang naik-turun.

Barang-barang di sana mostly pakaian wanita dan bayi. Ada beberapa toko kitchen utensil, stationery, makanan, sama kain dan karpet. Bok, karpet harganya cuma Rp187.000! Baju harganya Rp50.000-120.000 gitu. Cara panjangnya Mangga-Dua-style sih, cuma kalo ngobok-ngobok ketemu juga yang bagus.

Kalau kita susurun salah satu jalanan Grand Bazaar ini ke arah bawah (karena turunan terus, tapi sebenernya dia mengarah ke utara) lama-lama kita akan sampai daerah Eminonu, dan di sana ada Spice Market. Jadi tenyata bok, maze di Grand Bazaar itu nyambung dari selatan (lebih tinggi) ke  utara (lebih rendah). Jadi kalau kita lihat peta Istanbul European-side, kan daerah Fatih/Sultanahmet bentuknya melonjong ke kanan gitu ya, nah itu dari selatan ke utara tuh bisa ngga kerasa karena kita sibuk liat barang di Grand Bazaar sambil turunan.

Kesalahan gue adalah nyusurinnya justru dari Eminonu dulu setelah dari Spice Market. Jadi nanjak.. nanjak.. capek.. nanjak.. trus: Lah ini pan tanjakan grenbajar yang kemarin!

Spice Market adalah Egyptian-style market di Eminonu yang isinya bumbu, herbs, biji-bijian taman organik, dan ada food court besar di sana. Ada masjid kecil yang katanya dalemnya bagus banget tapi saat itu lagi renovasi. Eminonu ini pada dasarnya daerah transport hub. Ada terminal bus, MRT, dan tram (yang mana cuma 2 station menuju Sultanahmet), dan ferry untuk ke Asian-side. Di sana banyak restaurant western, fast food, dan coffee shop.

Di Istanbul, ada shopping centre semacam Oxford Circus (London), Pitt Street (Syd), Murray Street (Perth), namanya Taksim. Ada mall, Sephora, Watson, Sunglass Hut, dan H&M di sana, coffee shop dan snack corner murah juga ada. Sering lihat foto fenicular train yang merah gemes itu? Itu adanya di Taksim. Daerahnya bener-bener beda banget sama Fatih/Sultanahmet. Gue  menyarankan untuk yang bawa elders atau bayi dengan stroller, sebaiknya nginep di daerah sini.

Asian-side of Istanbul

Salah satu rencana gue kalau dikasih rezeki ke Istanbul (yang mana akan gue cari rezekinya), gue akan lebih sering ke Asian-side. Awalnya gue pikir ribet dan mahal menuju sana, tapi ternyata tinggal naik ferry dari Eminonu atau Karakoy. Nah, Eminonu cuma 2 tram stop dari Sultanahmet, dan Karakoy adalah tram stop berikutnya. Jadi stay di Sultanahmet bener-bener good decision!

Ke Asia naik ferry cuma 20-30 menitan sambil disuguhi pemandangan kota Istanbul yang looord ternyata emang segitu berbukitnya! Ferrynya yang bagus gitu loh, ada iklan Indomie pula di TV-nya. Gue pilih tujuan ke Kadikoy. Sampai ferry stop di sana, udah ada MRT lagi! Jadi transport di sana bener-bener ngga susah walaupun ngga se-integrated Singapore atau Sydney. Di Kadikoy, gue cuma jalan-jalan di lokasi yang ngga jauh dari ferry stop dan cari coffee shop lagi buat duduk dan journaling. Thankfully ngga sengaja ketemu coffee shop sederhana yang oke banget, namanya CoffeePots [link]. Mataharinya lagi lumayan cerah walau suhunya sekitar 12º C, jadi gue bisa minum iced pumpkin spice latte sambil duduk di outdoor yang pinggiran jalan gitu.

Apa yang beda antara Europian dan Asian-side? Sepintas gue liat dari style gedungnya juga beda. Memang ngga ketemu gedung tinggi-tinggi banget selama gue di sana, tapi Asian-side itu bentukan dan size gedungnya mengingatkan gue dengan daerah Senen-Kwitang atau MBK Bangkok. Gue sih ngga jalan jauh ya, cuma menuju Starbucks (kelihatan dari jauh kalau ada Starbucks) dan menyusuri toko-toko di sana aja.

Belanjaan di Asian-side juga rada berbeda dengan European-side. European-side itu penuh dengan souvenir, sementara di Asian-side gue lebih banyak ketemu tas Kipling (kayaknya kawe soalnya mure), toko ala Strawberry/Naughty, dan banyak banget stationery store! Ya Lord gue mau pengsan liat journal cover dan kertasnya bagus-bagus banget!

Fener dan Balat


Tadi gue udah nulis gimana mudahnya mencapai Eminonu ya? Nah dari Eminonu, kita bisa ke Fener dan Balat naik bus. Cuma beberapa 3-5 stop gitu deh kalo ngga salah. Di Fener dan Balat ini ada apa?

Info dari Google, Fener dan Balat ini kampung Jewish dulunya.. tapi menarik perhatian banyak tourist sejak kebiasaan penduduk sana terekspos dan dibuka restoran-restoran. Penduduk sana itu kalo jemur baju bisa melintang di antara rumah ke rumah gitu, entah kenapa suka dijadiin objek foto. Salah satu restoran di sana juga punya floating umbrella dan rainbow stairs yang sering kita liat di Instagram. Waiting list restaurantnya banyak, tapi lebih banyak lagi yang dateng ke sana cuma untuk foto-foto.

Jadi kalau naik bus, kita punya 2 pilihan: turun di Fener trus jalan ke arah Balat, atau sebaliknya. Keduanya disambungin jalan tikus yang berada di balik jalan utama. Jalanan di sini ngga ada ampun: tanjakannya 45º lebih, lebar jalanan cuma cukup untuk 1 mobil tapi banyak mobil lalu lalang (untuk knalpot bersih), belum lagi campur orang-orang yang jalan kaki. Tapi kita bisa susurin banyak landmark di sana, ada mural, Gereja, Sinagog, Masjid, Kiremit Street yang isinya rumah warna-warni itu, sampai coffee shop Cumbali Kahve yang enak banget kopinya.

Ke Balat dan Fener ini paling PR di tanjakannya aja sih.. Jadi kalau ke Balat, saran gue cuma 2: harus mau foto-foto di sana (biar ngga rugi sama capeknya) plus harus spend waktu di restaurant atau coffee shop buat killing time. Selama di sana gue ngga lihat shopping centre, jadi kalau lo benci tanjakan dan pengennya cuma belanja, mending ngga usah ke Fener/Balat dulu.

Masjid & Toilet Umum

Jujur, dua hal yang bikin gue pengen banget balik ke Istanbul adalah keramahan orang-orangnya dan gampang banget untuk shalat di masjid. Di mana pun lo akan denger adzan dan saat itu musik di coffee shop, resto, dan toko-toko pada berhenti. Lo bisa masuk ke masjid terdekat untuk shalat. Yang bikin shalat di sini istimewa adalah karena imamnya selalu baca surat pendek, jadi kita bisa ikutinnya. You know that "paham dengan apa yang diomongin" feeling kan?

Hampir setiap masjid punya toilet yang boleh dipakai umum, biasanya ditandai dengan plang "WC Bay/Bayan" (men & women maksudnya). Masuknya cuma bayar 1 Lira (bisa ke loket, atau dicemplungin di pintu putar gitu). Karena toiletnya bayar, kebersihannya terjaga. Di sana ada jenis toilet duduk dan jongkok juga. Mostly provide sabun cuci tangan, tissue, dan kaca gede untuk beres-beres jilbab gitu. Khusus untuk wudhu, ngga ada sandal, tapi ada tissue yang super-tebal gitu bisa dipakai untuk bersihin kaki sebelum masuk ke sepatu.

Soal toilet, kebanyakan coffee shop yang gue datengin punya toilet di basement, mungkin karena kontur tanahnya memang berbukit-bukit dan bangunan itu lebih ramping. Kebanyakan basement udah pakai smart electricity. Jadi kalau lo nebeng pup sambil bengong, bisa aja lampu mati karena ngga ada movement yang terdeteksi.

Coffee Shop

Surprise banget kopi di Istanbul pada B-aja. Turkish Coffee rasanya kayak kopi tubruk, tapi after tastenya aja memang beda. Cuma konsep coffee shop di Istanbul ini beda banget sama coffee shop di Jakarta yang kebiasaan latah.

Kalau kita bicara tentang konsep, gue punya experience yang hampir sama di coffee shop mana pun di Jakarta. Mungkin karena semua interior dan style minimalis, rustic, atau gimanalah. Di Istanbul, semua punya konsep sendiri-sendiri. Dan ini yang bikin betah.

Student & mas-mbak employee sana juga mirip kayak di sini: suka kerja di coffee shop. Bedanya, mereka kerja kondusif dan fokus untuk waktu yang lama. Gue perhatiin mereka jarang ketawa-ketawa ngakak selama duduk di sana, kecuali kalau udah tutup laptop dan siap-siap pulang.

Harga kopi agak sedikit lebih mahal dari Indonesia, tapi sizenya emang cenderung lebih besar. Kecuali Turkish Coffee yang memang mungil.


Plans & Preparation

  • Gue sangat beruntung, karena dapat tiket dengan harga 60%-an dari harga normal akibat iseng-iseng signup Qatar Airways.
  • Biaya menginap di Stanpoli Hostel untuk 6 malam sekitar 65 Euro (6 beds dorm). Saat itu totalnya Rp990.000,- udah termasuk breakfast. Untuk hostel/hotel di Europe, jangan harap ada lift ya.. tingginya bisa sampai 4-5 lantai, tapi kayaknya kalau bukan 4* ke atas ngga bakal ada lift deh.
  • Karena Lira ngga ada di Indonesia, kita ke sana bawa USD/Euro aja. Tuker di bandara bisa, tapi ratenya lebih bagus di luar bandara. Mungkin tuker di bandara secukupnya aja untuk bayar transport atau beli IstanbulKart (kartu transport), sisanya tuker di money changer dekat penginapan atau shopping centre. Saat mau pulang, kalau masih ada Lira sebaiknya langsung tukar atau habiskan, karena jarang ada money changer yang terima Lira di Indonesia.
  • Menuju Sultanahmet dari bandara IST, ada bus nomor IST20 dan bayarnya harus langsung pakai IstanbulKart. Jadi beli dan isi IstanbulKart sebanyak 100 Lira; nominal segitu cukup untuk 5 hari naik tram, bus, MRT, dan ferry (tentunya dipengaruhin seberapa sering kita naik transport). Jangan tanya naik taksi gimana caranya dan berapa farenya, soalnya gue selalu jalan kaki dan naik train/bus selama jalan-jalan.
  • Biaya meals relatif murah, yaitu 15-45 Lira sekali makan. Islak burger (wet burget ala Turkish) cuma 6 Lira udah bikin gue kenyang. Pada dasarnya, makanan sana banyak tepung dan protein, jadi gue merasa kenyang lebih lama.
  • Istanbul ngga terlalu punya banyak souvenir, dan gue emang ngga nyari souvenir juga. Ekekekek!
  • Untuk yang pakai jilbab atau berpenampilan dengan identitas muslim, siap-siap sering disapa "Assalamu 'alaikum". Jawab aja kayak ketemu sodara sendiri, karena itu emang kalimat sapaan kan.
  • Ngga banyak orang sana yang bisa Bahasa Inggris, jadi bantu dengan gesture atau tunjukin maksud lo dengan search result dari Google.
  • Rule eskalatornya kebalikan dari sini ya: Kanan = Diam; Kiri = Jalan.
  • Orang sana cantik-cantik dan ganteng-ganteng. Banyak pahala lo tiap hari 50 kali ucapin "MasyaAllah".

0 comments: