Saturday, March 21, 2020

Week 12 of #52WeeksofMisswhadevr | Self-Quarantine.


Fair enough kalau postingan week ke-12 ditulis sekarang karena besok pun ngga ada apa-apa. Hari ini, gue udah 9 hari self-quarantine sejak pulang dari overseas untuk mencegah penularan COVID-19 just in case gue seorang carrier. Awalnya ini policy dari kantor gue yang minta gue ngga ke kantor dulu sebelum 14 hari terhitung tanggal pulang gue, tapi per Senin kemarin, kantor pun resmi menerapkan social distancing dan WFH.

Gue cukup early catch-up dengan issue Coronavirus ini. Gue inget di minggu-minggu pertama 2020, gue baru aja sampai kantor, pas di lift gue buka Flipboard, beritanya penuh dengan Wuhan Virus. Gue juga sempet ngobrolin ini sama Nadya yang awal February pergi ke Jepang. Waktu itu pembicaraan kita, "Kesel ngga sih, mau liburan malah ada virus gini?"

Mendekati keberangkatan gue ke Istanbul di awal Maret, gue masih termasuk orang yang berpikiran kalau ada langkah preventif yang bisa gue terapin supaya ngga ketularan. Jujur, waktu itu gue juga rada ignorance, karena selama February adik gue yang di Sydney pergi di Spanyol, dan adik gue yang satunya juga pergi ke Belanda selama Maret-April. Kata gue dalam hati, "Hidup ngga usah berhenti lah.."

Pergi lah gue liburan seminggu. Beberapa hari gue di sana, gue baca berita kalau di Indonesia udah ada yang infected. Di Turki saat itu belum ada yang infected. Bahkan pas di Jakarta orang-orang mulai hoarding masker, di Istanbul itu ngga ada yang sama sekali pakai masker (gue cuma 2 kali liat bapak-bapak tua pake masker didouble karena dia emang batuk)! Maka gue pun cukup tenang di sana, hanya selalu hati-hati dalam menyentuh sesuatu. In short, liburan lancar *alhamdulillah*, gue pulang dengan happy, banyak memory, dan keinginan untuk kembali lagi ke sana. :)

Empati gue langsung tumbuh saat hari pertama gue kembali ke Jakarta (minggu lalu) dan belajar bahwa pemerintah kita belum terbuka mengenai plan penanganan virus ini. Sejak awal, gue yakin di Jakarta ada yang infected, tapi belum terdeteksi aja. Saat itu gue sama sekali ngga ada bayangan kalo ini infecting banyak orang di Jakarta tuh bakal jadi kayak gimana Jakarta ini. Nah saat angkanya naik terus, gue mulai mempertanyakan: Angka ini akurat ngga ya? Gimana kalau lebih banyak dari ini karena ngga terdeteksi? Apa rencana pemerintah untuk ini? Gimana kesiapan tenaga medis kita?

Akhirnya setiap hari gue ikutin update dan di situ gue baru berpikir kalau gue ngga dapat informasi yang terpercaya mengenai plan pemerintah, at least, kantor gue mesti punya plan yang lebih baik. Dalam keadaan self-quarantine, gue tetap aktif meningkatkan awarness ke manajemen dan staff. Concern gue adalah awareness bahwa kondisi ini sulit, mostly karena we're affected by and learning about it at the same time. Pengetahuan kita ngga ngejar velocity penyebarannya! So, setiap orang harus memaknai arti dari gerakan social distancing dan inisiatif WFH yang sejak awal minggu ini diterapkan di banyak wilayah Indonesia.

Gue ngga nyangka, bahwa self-quarantine (yang bener-bener di kamar aja karena bokap gue di rumah lagi sakit dan nyokap lagi kurang fit) ternyata bisa menimbulkan stress untuk gue yang introvert. Setiap hari beraktivitas dan tidur di tempat yang sama, komunikasi cuma via video call, otak juga rasanya buntu banget. Gue mulai merasa sesek di hari kelima self-quarantine dan hari ketiga WFH. Padahal untuk urusan kerjaan, kantor gue terbiasa remote working.

So, minggu ini bener-bener ngerasain puyengnya isolasi dan WFH. Tapi gue percaya, karena kita ngga cukup knowledgeable mengenai virus ini, maka hal yang paling baik kita lakukan adalah #stayathome. Help our mother earth to heal.

Here's to the upcoming self-quarantine-week(s)!

0 comments: