Monday, January 6, 2020

Bitter Sweet Berries.


Beberapa blog post terakhir emang mellow dan menye-menye sih, tapi dalam keseharian, gue ngga begitu kok. Gue yakin beberapa tahun lalu juga ada masanya gue nulis blog post dalam kondisi yang gemes karena mempertanyakan banyak hal.. kayaknya di sekitar tahun 2014-2015 deh.

Saat ini kondisi pikiran gue memang lagi rusuh banget. Ibarat tali-tali, semua jenis tali berwarna-warni lagi jelimet. Pretty messed up! Maka gue akan mulai runutin masalah satu per satu dan mengurai kekusutan itu. Gue yakin ngga akan ada silver bullet untuk menyelesaikan semua masalah sekaligus - dan gue sangat bersyukur gue masih dalam kondisi sadar, segar, dan sehat untuk mulai menyelesaikan masalahnya satu per satu.

Masalah gue mungkin ngga seberat masalah yang orang lain hadapi, tapi personally cukup membuat gue geregetan. Yang paling berasa adalah demotivasi kerja. Masalah ini membuat gue paham, bahwa ada masalah di kantor akan membuat kehidupan pribadi kita goyang-goyang juga. Clearly karena kita menghabiskan sebagian waktu kita untuk bekerja.

Let's do the math.

Sehari ada 24 jam.

Lalu untuk kerja 8 jam, artinya 1/3 waktu dalam sehari sudah habis untuk kerja. Ditambah traffic di Jakarta untuk perjalanan, waktu yang dihabiskan untuk getting ready, sampai undressed dan siap tidur. Itung-itung minimal 10 jam dalam sehari udah dedicated untuk urusan kerja, yang artinya 42% waktu dalam sehari udah terkonsumsi untuk bekerja.

Bayangin aja kalau hampir 50% dari waktu kita dalam sehari habis untuk melakukan hal yang ngga kita senangi. Atau lebih apesnya, ternyata ada konflik yang cukup mengkonsumsi energi kita di dalam 42% waktu itu, yang akhirnya membuat kita ngga bisa memanfaatkan sisa waktu lainnya dengan mindful. Misalnya, tidur pun jadi susah, weekend pun jadi ngga semangat.

Oh maaf, ternyata ada juga orang-orang di Jakarta dan sekitarnya yang menghabiskan waktu lebih dari 2 jam untuk sekali jalan ke kantor. Artinya, lebih dari 12 jam sehari hanya untuk dealing dengan urusan "kerja".

Demotivasi yang gue alami mungkin ngga separah kebanyakan orang. Gue hanya kehilangan excitement bekerja di sini dan mulai ngga enjoy menjadi konsultan. Dari hasil penerawangan evaluasi gue, ngga menutup kemungkinan excitement dan enjoyment gue akan terus menurun kalau memang sistemnya ngga membaik. Sederhananya, demotivasi yang gue alami adalah akumulasi dari pengalaman yang tidak memuaskan, yang akhirnya memunculkan keinginan untuk bekerja di lingkungan yang lebih slow pace dengan sistem yang masih bisa dibentuk/diimprove.

Itu cuma keinginan. Wishes. Yang gue sendiri ngga tau gimana cara mewujudkannya dengan instan.

Lalu akhir tahun kemarin gue memutuskan untuk bergerak. Gue ajak bos gue ngomong tentang kondisi gue, dan gue bilang, "Jujur gue takut 2020 akan jadi tahun terakhir gue, tapi kalau memang gue harus resign, entah di bulan apa, ayo kita bikin plan supaya gue bisa deliver yang terbaik di tahun depan. What's your plan for me?"

Intinya, gue mau contribute dan menunjukkan bahwa I'm better than this di akhir masa kerja gue.

Kalimat pembuka gue yang singkat *tapi belibet* itu berujung dengan pembicaraan satu jam mengenai rencana improvement perusahaan yang sudah ada di kepala beliau dalam rangka menyambut 2020. Sekaligus confession beliau bahwa, "Okay, we gotta do something, sistem kita memang bermasalah." Denger itu, membuat gue punya semangat untuk berkontribusi secara internal, tapi ngga cukup untuk mengobati kekecewaan yang terkait dengan clients & project yang gue tangani. Dan, kalau memang gue akan resign tahun ini, gue pribadi lebih prefer untuk beresin perusahaan sendiri daripada perusahaan orang lain (read: clients). Lagian, hey, alasan gue di-rehire 4 tahun lalu adalah untuk beresin internal perusahaan ini kan, bukan untuk terjun ke project.

Diskusi dengan bos gue membuat gue lega, lebih dari sedikit kalau ngga bisa dibilang sangat lega. Mungkin bisa menunda rencana departure gue hingga akhir tahun ini. But again, rencana untuk resign di tahun ini sepertinya udah bulat.

Memang ngga ada yang bisa jamin employer selanjutnya akan lebih baik, tapi gue yakin, put an end to something akan menjadi langkah yang baik untuk mengurai kekusutan ini. And that's what I need to do: mengurai semua kekusutan tali-tali dan buang yang jadi sumber kejelimetan.

It has always been challenging to perform and deliver, but my job is like bitter sweet berries. It's addicting. At least it used to be. Tapi aneh.. empat tahun di sini dan semakin hari gue merasa perusahaan ini semakin jauh dari cita-cita gue.

Dan gue kangen bekerja penuh excitement dan enjoyment.

0 comments: