Sunday, January 5, 2020

Week 1 of #52WeeksofMisswhadevr | Setahun Penuh Cerita.


Cerita dalam setahun kemarin banyak yang tertulis dalam jurnal. Alasan gue menggunakan jurnal dan bukan blog adalah karena gue mau bebas nulis kata-kata kasar. Iya, generally, tahun 2019 mungkin tahun yang paling challinging, dengan sebagian besar cobaan ternyata carry over ke tahun 2020. *sigh*

Apa yang gue tulis di jurnal biasanya ngga gue baca lagi karena males keinget sama rasa sebelnya. Setelah satu buku penuh, bukunya langsung gue destroyed dan dibuang (tapi foto-fotonya gue copotin untuk dipake lagi heuheuheu). Buat gue, nulis di jurnal itu cuma buat release emosi dan buang waktu dengan cara yang positif, sementara nulis di blog bisa untuk retrospeksi.

Dengan nulis jurnal setahun kemarin, gue semakin menyadari bahwa gue ngga perlu takut untuk menerima diri gue dan kondisi gue apa adanya. It's okay not to be okay. It's okay to feel negative emotions, to be weak, to be broken, to cry, and so on. And so on. Selama ini gue selalu punya persona sebagai wanita mandiri, kuat, independen, selalu di-cap sebagai wanita karir metropolitan. Apalah, pokoknya, gue sering disanjung-sanjung, sehingga rasanya ngga okay kalau gue ngga terlihat strong.

Gue juga ngga mencerminkan sikap frustrasi saat hubungan gagal atau dicompare dengan perempuan seumuran yang udah berkeluarga. Sering naik mobil, tapi ngga pernah masalah ketika harus naik ojek untuk ngejar meeting dadakan. Badan lemes abis sakit, tapi tetep bisa diandelin kalau harus kerja cepat dan berpikir keras.

Seolah-olah di jidat gue udah ada label: I'm a tough woman!

Tapi tahun lalu, berkali-kali gue nangis sendirian di kamar. Berkali-kali juga gue kena ISPA karena imun gue memang lagi lemah sampai gampang sakit.

Berkali-kali juga gue berada pada titik yang pengeeeeen banget berhenti beraktivitas untuk menjawab: "Gue sebenernya mau apa sih? Apa tujuan hidup gue? Bener kah gue ngga iri sama orang lain yang udah berkeluarga?" Sayang, gue ngga pernah punya waktu cukup panjang untuk menjawab itu semua. I am not that tough!

Hari ini, mungkin gue menemukan jawaban kenapa selama ini hidup gue berasa ngambang. I need to be happier and live a more fulfilling life.

Gue perlu meng-exercise pemahaman gue mengenai happy. What makes me happy? Dan yang paling penting: What is happiness for me?

Gue yakin, definisi happy bagi orang-orang itu bisa berbeda. Ada orang ngga perlu banyak effort untuk bisa happy, tapi ada juga yang seumuran gue masih mencari arti kata happy untuk dirinya. Nah, pengalaman yang sering gue alami adalah happiness yang cuma bertahan sebentar, soalnya pengalaman-pengalaman positif yang gue rasakan ngga bisa membuat gue feeling fulfilled. Ada suatu celah yang bocor, tapi ngga tau di mana dan bagaimana cara nutup celah itu.

Luckily, gue pernah belajar 7-path of hypnosis sehingga gue bisa terus under control. Tapi jangan-jangan, karena gue bisa membuat semuanya under control, gue jadi malas untuk mencari hal-hal yang bisa fulfilling diri gue sendiri. Gue juga punya tendency untuk mengedepankan kebahagiaan orang lain dan kenyamanan mereka dulu, sehingga lama-lama gue merasa okay untuk pulang dan tidur dalam keadaan ngga nyaman.

Lantas gue bener-bener menyadari bahwa simulasi keselamatan dalam pesawat itu memiliki esensi yang benar: Kita ngga bisa menyelamatkan orang lain kalau diri kita sendiri kondisinya ngga benar. You need to find you, and come back stronger. That was the point when I realised, duh untung dulu ngga jadian sama si itu ambil decision secara impulsif!

Menyadari semua hal itu bikin gue pengen mengaktifkan internal locus of control gue dan menjalani tahun ini dengan hal-hal positif. Gue embrace semua kelemahan gue karena gue tau, di balik itu I am worthy. So, apa yang gue lakukan di tahun ini adalah mengumpulkan banyak "tools" untuk membuat gue happy hingga gue bisa menjawab pertanyaan, "Lo akan merasa fulfilled kalau APA?"

Semoga extra satu hari di tahun ini membuat segalanya cukup.

0 comments: