Friday, June 18, 2021

Cabin Fever.

463
Itu jumlah hari sejak 13 Maret 2020 gue memutuskan #dirumahaja.



Gue mengkarantina diri gue bukan berarti gue ngga berpergian ke luar rumah sama sekali. Gue belanja ke swalayan di mall 2 minggu sekali, gue makan siang bareng temen 1 kali sebelum bulan puasa, dan gue sempet ke Ikea 1 kali di awal bulan ini.

Selama 463 hari ini, yang gue lakukan adalah memaksimalkan produktivitas dari rumah, stay connected dengan video call, meng-entertain diri sendiri dengan cara apapun, olah raga di dalam rumah atau di sekitar rumah aja, membiasakan pro-kes di dalam rumah, mencoba positive thinking bahwa pandemi PASTI akan selesai.

Dan bulan ini adalah bulan yang paling berat. Mungkin karena gue cuma beberapa minggu menuju vaksin yang dijadwalkan sama kantor gue, tapi ada 2 event tidak terduga yang menurut gue sangat berisiko. Kebayang kan rasanya di depan ada check point 1, tapi tiba-tiba ada halang rintang yang bikin lo ngerasa "Kenapa harus gini sih?".

Bukan, bukan gue infected COVID-19 (Insya Allah ngga infected dan gue sehat), tapi.. yah coba simpulkan sendiri setelah baca blog post ini deh. Karena ini experience pertama dan gue sendiri sesungguhnya belum tau sekarang resah karena apa. Yang jelas hari ini gue ngga bisa kerja sama sekali karena gue lelah mental.

4 Juni 2021

Gue memutuskan untuk ambil day off selama birthday week dari tanggal 2 Juni sampai 8 Juni. Salah satu agenda pas gue cuti itu adalah bayar pajak mobil sekaligus check fisik di.. ya lo tau lah tempatnya di mana.

Di luar rencana dan bayangan gue, ternyata menunggu hasil check fisik mobil itu lama banget karena kepotong istirahat shalat dan makan siang. Di sanalah gue "berkerumun" pertama kalinya dengan orang yang ngga gue kenal...

... dengan kondisi banyak yang merokok,
banyak ludah di jalanan,
melihat orang menelepon teriak-teriak tapi maskernya di dagu,
trus kebelet pipis dan terpaksa pipis di toilet umum.

Sesudahnya gue ngantre bayar dan ambil STNK tanpa jarak aman dengan orang lain!!!

Selama 2 jam nunggu dan ngantre di K*mdak, gue terus-terusan mikir, kenapa kondisi di tempat pelayanan masyarakat kok begini banget ya? Saat masuk kawasan ngga ada pemeriksaan suhu, parkiran berantakan ngga tau bisa belok ke mana aja, banyak ludah di mana-mana, ngerokok samping-sampingan, kantinnya padat... dan ngga ada yang tertib-in!!!!

Jadi di tengah-tengah kekesalan gue, rasanya bijak banget kalau sepulangnya dari sana gue menganggap diri gue carrier alias OTG. Persis seperti abis gue balik dari Turki di awal pandemi ini, selama berhari-hari gue mengurung diri di lantai atas dan pakai masker saat ketemu nyokap gue. BTW, gue sempet demam di hari ke-5 dan 6 setelahnya, tapi alhamdulillah ngga ada yang serius.

Oh ya, smartwatch Garmin gue bisa membaca stress level gue pada hari itu.


Am I surprised? Not at all..
Bahkan record per jam-nya pun akurat banget dengan aktivitas yang menimbulkan "stress" itu.


Jadi, di tanggal 4 Juni ini, urusan "stress" sama STNK dan check fisik selesai sekitar pukul 2 siang. Lalu gue sempet santuy meredakan emosi dan kegelisahan, tapi kira-kira jam 3 dibuat sutris dengan kabar bahwa salah satu kerabat infected COVID-19. Tapi pokoknya, cerita tanggal 4 Juni tentang "kontak dengan dunia luar" berhenti di jam 2 siang.

Gue pikir, gue akan #dirumahaja lagi. Ternyata setelah 10 hari self-quarantine, gue dapet undangan untuk meeting tatap muka di suatu hotel di kawasan Sentul. Let's jump into the second story.

17 Juni 2021 (alias kemarin)

... untuk pertama kalinya gue onsite meeting di hotel dengan orang-orang yang terbilang baru aja dikenal.

Gue merasa ngga bisa egois dan *somehow* merasa perlu juga untuk menghadiri meeting ini. Banyak effort yang harus dilakukan supaya bisnis tetap berjalan dan orang-orang banyak bisa tetap bekerja. Jadi gue mikir, gue merasa harus mencoba menerapkan protokol kesehatan dalam business setting dan harus bisa!! Karena kalau gue diem aja di rumah kayak begini, kapan gue akan terbiasa dengan protokol kesehatan di lingkungan sosial?

Dan jujur, berat. BERAAAAAT BANGET gue jalanin hari kemarin. Baru 1 jam double mask aja telinga gue udah sakit kena tali masker, nafas udah ngga enak, kepanasan, bahkan idung pesek gue aja ngga nyaman keteken sama masker (gimana yang mancung coba?).

Udah gitu gue lagi mens pula! Jadi kondisi kemarin itu: kepala ngga nyaman, kacamata berembun, perut dan selangkangan pun "ingusan" terus. Ujung-ujungnya gue senewen dan pulang dengan rasa ngga puas sama apa yang gue kerjain dalam meeting itu.

Kalau dilihat dari Garmin, stress level gue kemarin seperti ini:


Surprise-surprise! Ternyata lebih stress dan restless daripada antre di K*mdak 2 minggu lalu!
Setelah bubar meeting, gue masuk mobil, langsung deh stress level gue turun. Grafiknya mendadak warna biru menjelang akhir hari.


Kembali lagi ke prinsip kehati-hatian, maka sekarang gue mulai lagi karantina kamar. Balik lagi ke hari pertama, padahal baru aja selesai 10 hari sejak cerita yang pertama itu. Semoga 9  hari ke depan ini berjalan dengan waras dan gue ngga infected. Soalnya ya 9 hari lagi insya Allah bakal vaksin pertama, jadi gue berharap bingiiiiidd gue berada dalam kondisi sehat.

So.... Kesimpulannya setelah nulis berantakan barusan ini.....

Sepertinya gue udah kena cabin fever ya?

Kayaknya dari 2 kejadian itu, penyebab gue stress di luar rumah adalah karena merasa kondisi di luar rumah itu sangat mengancam. Belum lagi vaksin yang gue damba-dambakan sebagai check point pertama tinggal menghitung hari dan pokoknya, catet: POKOKNYA, gue harus sehat supaya bisa terima vaksin.

Setelah vaksin nanti gue akan tetap #dirumahaja, ngga peduli nanti sampai jadi 1.000 hari, tapi sebisa mungkin gue ngga terinfeksi dan tidak menginfeksi. Vaksin itu gue anggap sebagai check point yang bisa meredakan keparnoan gue. Kenapa gue parno? Simpel sih, hari-hari gue udah susah sama endometriosis dan gallbladder yang udah ngga berfungsi dengan baik, jadi gue ngga mau ditambah penyakit yang lain-lain lagi.

Gue tau gue harus adaptasi. Tapi adaptasi juga proses kan? Dan maaf kalau gue lebih memilih beradaptasi dengan bersembunyi atau menghindar.

Maybe one day, gue ngga akan se-stress itu lagi saat harus ke luar rumah untuk ke kantor pelayanan publik ataupun meeting tatap muka.

Tapi untuk sekarang.. boleh dong gue kesel karena gue perlu karantina kamar lagi?

Ya sudah.. sehat-sehat ya bapak dan ibu, semuanya..

0 comments: