Tuesday, November 20, 2018

I ruptured an ovarian cyst.. and that's the worst pain I've ever felt in my life.

Walaupun kista di ovarium gue yang pertama teridentifikasi sebagai endometriosis, ternyata sepanjang "perjalanan" kedua ini dokter hanya menamakan "unidentified ovarian cyst". Agustus lalu, kista itu udah melebihi 6 cm dan akhirnya melintir lalu rembes. Kalau ngga mengganggu aktivitas, kista seperti itu akan dibiarkan - tapi kalau menganggu, baru akan ditentukan treatmentnya. Dalam kasus gue, akhirnya gue segera dilarikan ke ruang operasi dalam kurun waktu kurang dari 24 jam.

Gue memang terbuka tentang endometriosis atau kista ovarium yang gue alami ini. Menuliskan semuanya ke dalam blog ini pun membuat gue berkomunikasi dengan banyak perempuan lainnya yang mengalami hal serupa. Ngga gue sangka, bahwa penyakit ini sedekat itu dengan gue.

Moving on to our subject... Gimana ceritanya saat kista ovarium ruptured?


Senin, 5 November 2018
Gue bangun dan berangkat lebih pagi karena ada janji untuk meeting ultah kantor gue. Sekitar pukul 8:30, gue jalan dari meja gue ke ruang meeting dan mulai merasa ngga enak di bagian abdomen kiri bawah. Rasanya seperti kena asam lambung, tapi di tempat yang beda. Feeling gue langsung ngga enak, karena gue tau di situ letak kista ovarium (tepatnya di ovarium kiri).

Sakitnya menjalar ke panggul bagian belakang, punggung, sampai turun ke paha dan lutut kiri. Gue  kan selalu duduk tegak ya, tapi kali ini lebih nyaman senderan dan melorot ke bawah gitu. Gue lurusin kaki dan gue buka aja lebar-lebar untuk cari posisi yang nyaman. Menjelang pukul 10.. gue mulai merasa, wah ngga bener ini!

Dokter ObGyn gue praktek di RS hari itu, tapi selesai jam 10 pagi. Akhirnya gue disuggest ke ER, di mana gue dapat pain killer via infus - dan karena ngga mengurangi rasa sakit, akhirnya sampai di bawa ke radiologi untuk USG full abdomen. Hanya ditemukan 2 penyebab potensial, yaitu otot atau dinding empedu gue yang berlikuk (yang ngga ada hubungannya dengan sakit ini) dan kista di ovarium kiri 6.4 cm (and I was, I kneeeew it, Boz! Bilang aja itu kutunya!).

Ketika gue pulang dari ER, gue mendapatkan obat untuk diagnosa kolik abdomen dan satu masalah lainnya; yaitu asuransi kantor gue yang semena-mena memasukkan penyakit kista ke grey area  di tengah-tengah tahun polis. Walhasil, gue mesti bayar ER dan radiologi baru nanti reimbursement.

Sorenya, sakitnya berkurang. Mungkin tadinya dari skala 10/10 ke 7/10. Gue menyelesaikan beberapa pekerjaan dan pesan tiket pesawat untuk besok karena ada meeting ke klien di Semarang.

Selasa-Rabu, 6-7 November 2018
Meeting di klien Semarang ini udah mengalami reschedule 3x. Selama gue masih bisa jalan dan mikir, rasa sakitnya bisa gue nomor-dua-kan. Pain killer yang dibekalin dari ER ngga bisa nyembuhin rasa sakitnya, jadi sepanjang 3 hari itu gue pakai Menstruheat non-stop sampai kulit gue melepuh :(

Gue punya kebiasaan untuk ngga langsung booking tiket pulang kalau lagi business trip, karena jadwalnya dinamis banget. Sampai hari Rabu malam, gue masih berencana akan pulang hari Kamis sore, karena gue mau ketemu klien untuk konfirmasi beberapa hal. Meeting done, jalan-jalan sama anak kantor Semarang done, dan Rabu malam gue tidur dengan nyenyak sekitar jam 1-an.

Kamis, 8 November 2018
Gue bangun jam 4:30 karena sakit yang luar biasa di abdomen bawah gue. Di bagian kiri, rasanya seperti ada yang tancepin tusuk gigi / jarum / tengkorak ikan / benda tajam apapun, yang kalo setiap gue gerak itu rasanya melintir!

Selama 1 jam gue ngga bisa mau bangun dari kasur. Gue nyari posisi berbaring yang enak, kali-kali aja ketemu posisi yang ngga sakit. Setelah gagal, gue check tiket untuk pulang pagi itu. Ketemu 1 penerbangan dan pokoknya gue harus pulang naik penerbangan itu! Staff General Affair di kantor gue saat itu masih lulungu (bingung baru bangun tidur), tapi dia berhasil bantu gue bookingin tiketnya and I thanked him for that!

Setelah tiket pesawat issued, gue merangkak-rangkak packing trus mandi air anget. Setelah mandi gue bisa berdiri walaupun jalannya sambil bungkuk. Gue sarapan dulu sebelum ke airport karena gue pasti butuh tenaga untuk melalui jalan panjang di airport ye kan! Gue jadiin koper sebagai pegangan/tuntunan gitu sepanjang perjalanan pulang.

Gue cukup terbuka sama bos gue soal penyakit ini, dan kadang kita malah ngenyekin penyakit ini dengan jargon Hormonal. Hari itu, schedule pesawat bos gue lebih siang, tapi beliau ngizinin gue untuk pulang duluan dan bahkan untuk ninggalin followup meeting yang seharusnya gue laksanakan. Gue delegasiin semua kerjaan sama junior-junior gue WhatsApp sebelum boarding.

Jum'at, 9 November 2018
Pas Senin lalu di ER, gue buat appointment dengan ObGyn dan memang baru dapat schedule di Jum'at. ObGyn gue ini Spesialis Onkologi dan menangani gue sejak endometriosis pertama, jadi dia udah tau track record perkistaan gue. Hari itu dia lebih tertarik ngomongin luka melepuh karena gue kelamaan pakai Menstruheat dibandingin langsung nge-USG abdomen gue.

"Astaghfirullah kamu janjinya positif malah melepuh!"

Singkat kata, hari Jum'at itulah gue langsung dibuatkan schedule operasi laparoscopic untuk besokannya sebelum pukul 6 pagi. Drama hari Jum'at itu: si asuransi keukeuh maunya reimburse! Alhamdulillah Manager Finance & COO kantor gue bantuin banget supaya gue bisa check in dan dioperasi secara cashless.

Pukul 19:00 WIB, gue check in dan sempat ketemu sama dokter anestesinya untuk dengerin prosedur operasi.

Sabtu, 10 November 2018
Hari itu seperti the moment of truth karena dokter akan melihat kondisi perut dan kista gue yang sebenarnya. Turned out, ovarium kiri gue yang ada kistanya melintir dan terjadi rembesan. Bisa bayangin balon berisi air diplintir terus sampai ada yang sobek dan airnya keluar? Nah, kayak gitu.

Apa yang berbeda dari operasi kedua ini dengan operasi pertama?

Gue keluar ruang operasi dan ruang recovery jauh lebih lama, jadi kayaknya operasinya lebih njelimet. Kali ini sampai 4 jam lebih gue baru dipindahin lagi ke ruang inap. Gue dapat morfin banyak, pain killer selama 24 jam non-stop, gue kesakitan, gue ngga bisa bangun, daaaan.. karena gue ngga kentut, gue jadi ngga makan-minum sampai 30 jam.. akhirnya gue cranky abis tapi teller. Setiap bangun minta makan, ngga boleh, marah-marah, trus tidur. Repeat kayak gitu sampai hari Minggu jam 10 pagi. Pas dokter datang untuk check up pun gue marahin dokternya karena gue pengen makan.

Pain killernya bener-bener bikin gue halusinasi tingkat tinggi. Setiap gue merem, gue selalu halusinasi, seperti ada suster datang yang masuk-masukin obat, padahal ngga ada. Ada tamu, padahal ngga. Disuntik suster, padahal ngga.

Minggu, 11 November 2018 dan seterusnya...
Apa lagi yang berbeda dengan pengalaman sebelumnya? Recoverynya lama banget ya ampun! Gue mengalami constant pain di bagian kiri dalam (bener-bener kerasa ada luka di dalam badan gue) and guess what? Hari Selasa-nya, gue mens! Padahal seharusnya jadwal mens gue masih tanggal 22 November.

Selama recovery, gue selalu ketiduran per 4-5 jam (mungkin karena pain killer). Gue belajar duduk untuk mulai kerja pas hari Rabu-nya. Walaupun cuma bisa duduk 2-3 jam sehari, gue repeat 2x sehari, jadi lumayan lah gue nyicil kerjaan 4-6 jam sehari. Gue bukan gila kerja ya, tapi recovery bukan berarti kita tidur mulu kan? Pelan-pelan kita harus kembali masuk lagi ke dalam ritme regular kita. Dari sanalah kita jadi tau kapan kita mampu untuk kembali ke aktivitas normal.

Nah, tadinya gue rencana mau balik kerja hari Jum'at. Tapi sakitnya mens ini menimbulkan masalah baru dalam recovery gue. Bos-bos pun suggest gue untuk istirahat total dulu, tapi gue prefer untuk membuat badan gue ready daripada meladeni sakit-sakitnya.

Sepuluh hari pasca operasi ini, pelan-pelan gue udah merasa nyaman karena sakitnya udah jauh berkurang. Kemarin masuk ke kantor dan alhamdulillah bisa jalan sendiri meski pelan-pelan. Ada saat-saat sakitnya berasa terutama pas jalan masuk dan pulang karena bawa barang berat di tas (laptop), tapi ketemu dengan banyak temen-temen di kantor bikin gue jauh lebih seger! Gue ngga bilang ketemu orang kantor bikin gue ngelupain sakitnya lho ya, tapi bener deh, sosialisasi bikin kita jauh lebih seger!!

Well.. tepatnya kapan kista ini rembes, gue ngga tau. Bisa jadi pas hari Senin, bisa jadi pas hari Kamis-nya. Gue pun ngga tau apakah gue harus bangga bisa pulang dari Semarang sendirian sambil kesakitan. Ngga tau juga apakah harus menilai diri gue sabar karena gue bisa nunggu dari Senin sampai Jum'at untuk ketemu ObGyn gue yang appointmentnya padat. Gue ngga tau harus bersikap apa pada pengalaman kista kedua ini.

But you can stop pain ruining your day! Saat kesakitan di minggu itu dan selama masa recovery (I still am), gue hanya berpikir selama sakit ini belum membuat badan gue jadi 100% disfungsional, maka akan ada satu-dua hal yang tetap bisa berjalan sesuai rencana. Kalau semua sakit akan membuat manusia menjadi disfungsi, mungkin ibu-ibu yang c-section udah pada nyerah saat harus ngurus bayi berusia harian padahal jahitannya lebar dan belum pulih.

And for you all, semoga ngga akan pernah merasakan/mengalami yang gue rasakan. Stay healthy!

I'm off to PIM. Mau latihan jalan-jalan yang banyak karena sooner atau later mulai sering jalan-jalan ke airport lagi. :)


0 comments: