Dua bulan terakhir ini, selain gue pusing sendiri soal kerjaan seperti yang diem-diem gue keluhkan pada beberapa blog post terakhir, gue juga pusing urusan rumah dan keluarga. Salah satu adik dan bokap gue bergantian sakit. Pastinya kalau lagi musim sakit gini, kekompakan keluarga diuji. Kalau lagi di kantor atau di luar rumah, pikiran gue pun sering ketinggalan di rumah.
Salah seorang teman gue, bokapnya meninggal satu hari setelah ulang tahun dia di awal tahun ini. Duh, ngga kebayang gimana rasanya berkurang satu sosok yang biasanya menjadi leader di rumah.
Di awal tahun ini juga, teman gue yang juga seorang perantau cerita kalau dulu dia pernah merasa berat hidup jauh dari keluarga. Bertahun-tahun dia mellow dan selalu ingin pulang. Tapi setelah ibu dan bapaknya pisah, dia merasa marah lalu malah bersyukur dia ngga ada di rumah. Merantau, bagi dia, awalnya sekedar kewajiban untuk mencari nafkah, tapi makna merantau sekarang udah jadi "Escaping" dari hal-hal yang ngga dia mau tau dan lihat, yaitu kenyataan ibu dan bapaknya ngga bersama lagi. Dia bilang, dia ngga kepikiran untuk pulang kampung dalam waktu dekat. Termasuk pas Lebaran tahun ini yang insya Allah tinggal 4 bulan lagi.
Mungkin karena 3 kejadian di atas, sebelum tidur siang tadi gue jadi mikir tentang arti "Rumah". Kalau dalam bahasa Inggris, ada kata "House" yang mewakili rumah secara fisik, dan kata "Home" yang artinya isn't always a nest or a place in which we live. "Home" bisa mengacu pada suatu tempat di mana hati kita berada. "Home", adalah suatu tempat di mana kita selalu ingin pulang.
0 comments:
Post a Comment