Wednesday, September 3, 2008

Today's talk.

Aleeeert: Bahasa Indonesia posting *I wish* and wordy posting.

Hari ini gua puasa, dengan sahur hanya beberapa teaspoons hot tea. Jam 12 sampe 3 pagi gua ngga bisa tidur, perut gua kembung, sampe ketok palu ngga bisa puasa. Tapi niat tetep jalan, cuma kalo tiba-tiba cacing mendadak disko atau usus 12 jari gua mendadak jadi 5 jari, gua musti buka. And it's around 5 PM and I'm still fasting :)

Anyway, I got a job (merasa bersalah ngomongnya karena Dita lagi ngga ada kerjaan heheh..). I mean, kali ini bener-bener job di kantoran. Sementara ini gua jadi telemarketer (yes, sementara, I wish) berkawan dengan produksinya Alexander Graham Bell pada tahun 1876. Dari namanya aja udah ketahuan job desc gua apa, which is so not me. But hey, a part of me wants to face a new challenge.

Gua punya banyak pengalaman organisasi di bidang yang beda-beda, pernah nyoba banyak hal yang gua sukai dan berhasil, dan punya GPA yang nunjukin gua punya keseriusan tinggi di bidang akademik. Tapi di dunia kerja, gua sadar gua tetep nothing. Nol besar. Dengan segala knowledge, skill, la-la-la yang gua punya (yang ternyata alasan kenapa orang merasa gua ini 'wah'), gua tetep buta dan ngga pernah tau apa yang ada di depan; di mana gua kerja, akan sebagai apa, berapa gaji yang gua mau, siapa partner gua, apa job desc dan job spec gua, and so forth.

The weird thing is.. gua menyadari gua mempunyai 'sesuatu' di pekerjaan ini. I mean, gua orang yang cukup pandai menggunakan tone gua pada saat berbicara, which is important in this kind of job. Bila bisa disummarize, posisi gua adalah: I'm able, but I'm not willing. Well, kalo posisinya udah gitu, the best solution is: I have to encourage myself to step out of my comfort zone.

Pertanyaannya, apa hubungannya dengan masa depan yang gua inginkan? Gua punya masa depan dan visions yang simple, gua cuma mau bekerja di bidang yang gua suka: art atau production house, dimana kreativitas yang gua punya-lah yang akan jadi sumber penghasilan gua. ATAU, gua termasuk orang yang rela kalau suami nyuruh gua diem di rumah (sounds weird, tapi mengabdi sama suami itu kewajiban, even sekarang millenium). Sekarang, kenapa gua harus start dari sesuatu yang ngga gua sukain?

Jawabannya adalah proses. Dan gua percaya pada proses.

4 comments:

Andita Vernada said...

may... rasanya ingin sekali gw bilang congrats.. tp apa daya, aku IRIIIIIII... hu hu hu huaaaaaa...

Maya Junita said...

Hahahahah Dit.. saking irinya jadi tak berdaya?

Jangan patah semangat Dit ;) Kalo mau dapet kerjaan cepet ya di Indo, lowongan lagi banyaaaakk banget.

Good luck Dit, gua mendoakan lo juga koookk.. ;)

Unknown said...

I'm able but I'm not willing... tinggalin ajeeee... di luar comfort zone, lo akan bisa disebut berhasil jika lo bisa adaptasi. tapi bisa adaptasi bukan berarti lo akan puas. dimana pun puas atas sebuah kesuksesan dimulai dari comfort zone org itu sendiri. karena berada dalam comfort zone seseorg jadi akan lebih produktif karena dia bisa langsung maksimal tanpa harus menyesuaikan diri utk jk waktu tertentu. resultnya, tingkat satisfaction juga akan lebih tinggi. at least, itu berlaku buat org2 yang berorientasi pada hasil. sayangnya lo tukang proses sih... hahahah saran gw ya: cabut! gw tetep mikir kalo lo org seni, bisa kayak cacing kepanasan kerja begituan.

udah ya, gw kabur sebelum dimarahin adinda krn sok psychologist gini

Maya Junita said...

Booo mengharukan ya lo segitu perhatiannya sama gua? Semua org nyuruh gua utk belajar survive, tapi lo terus terang nyuruh gua resign. Terharu gua, Boo..

I <3 comfort zone!

Thanks a lot, Bo!